Bisakah Aku Mempercayainya?

Bisakah aku percaya padanya?

Kata ini memang kerap muncul, dalam satu hubungan. Kala rasa keraguan tengah menyelimuti perasaan yang tak karuan. Tidak dipungkiri, siapa saja pasti pernah mengalami dan mengatakannya. Baik secara langsung maupun tidak langsung. Apalagi saat suatu hubungan sedang diuji, karena beberapa sebab. Misalnya hadirnya orang ketiga, faktor kesibukan, sikap yang dingin atau cuek, bahkan rasa kecemburuan.

Alih-alih demikian, jika kepercayaan telah termutasi oleh keraguan yang amat dalam, ujungnya pasti perpecahan. Benar bukan? Ya, kenyataan itu bisa saja terjadi. Namun berbeda, jika rasa percaya yang tertanam lebih kuat. Dibandingkan harus memikirkan keraguan yang sebetulnya, hanya dugaan semata.

Layaknya kau ingin mencapai puncak gunung, tapi terhalang pikiran, “Bisakah aku mencapai puncak?” Maka kau tidak akan pernah dapat mencapainya. Begitu pula dalam satu hubungan. Ketika keraguan muncul, “Dapatkah aku mempercayainya?” Sementara kau tidak, memberikan kepercayaan itu pada pasangan. Maka yang terjadi hanya kecurigaan.

Satu hal yang perlu diketahui. Kepercayaan ada bukan karena, kau harus memintanya untuk mempercayaimu. Ataupun memintanya untuk membuatmu percaya padanya. Melainkan kamu sendirilah yang harus memberikan kepercayaan itu kepadanya. Saat itulah, perlahan ia pasti akan menjaga kepercayaan yang telah kau berikan padanya.

Dengan begitu keraguan yang merasuki diri, akan tertepis. Sehingga kau tak perlu meragukan, “Apakah dia bisa dipercaya atau tidak?” Sebab, tidak ada orang yang ingin dicurigai.

Karena itulah, berikan kepercayaan padanya. Sehingga kau bisa mempercayainya dan tidak perlu memusingkan soal keraguan.
Sebaliknya jika ia memang tidak mampu menjaga kepercayaan yang telah kau berikan padanya. Barulah kau bisa mengambil sikap, bahwa pasanganmu memang tidak dapat dipercaya.